Kamis, 06 April 2017

AWAL KRISIS PADA NEGARA YUNANI

*Awal Krisis Yunani Krisis ekonomi yang sangat dahsyat saat ini sedang melanda dunia barat. Uni Eropa saat ini sedang mengalami cobaan terberat dengan adanya krisis yang menjalar bagaikan api diseluruh sudut negara-negara anggotanya. Dimulai dari krisis ekonomi yang menimpa Yunani yang mengalami puncaknya pada tahun 2008 yang lalu. Krisis ekonomi yang dialami oleh Eropa kali ini hampir sama krisis yang sebelumnya pernah melanda Eropa pada tahun 1931, krisis ini mula-mula timbul di Austria, yang pada waktu itu sebagai pusat yang lemah dalam struktur politik-ekonomi Eropa, dan akibatnya krisis ini segera menjalar bagaikan api yang mengamuk, pertama-tama ke Jerman lalu ke Inggris, dan akhirnya mengganas ke seluruh dunia (Nussbaum, 1970). Jika menelaah krisis ekonomi yang pernah melanda Eropa pada waktu itu, akan terbayang bagaimana keadaan Yunani sekarang ini, keadaan Yunani tidak jauh berbeda dengan keadaan Austria pada waktu itu, dan jika keadaan ini tidak ditanggulangi dengan segera maka Italia,Spayol, dan Portugal juga akan menyusul Yunani dan begitu seterusnya. Krisis ekonomi dialami Yunani dalam dekade belakangan ini adalah krisis terparah yang pernah dialami oleh Uni Eropa pasca Perang Dunia II. Krisis ekonomi tidak hanya dialami oleh Yunani tetapi juga merebak ke negara – negara di Uni Eropa lainnya seperti Irlandia, Spanyol dan Portugal. Bila dikaji dengan menggunakan teori konvensional mengenai krisis, Krisis yang terjadi di Yunani dapat terjadi akibat daripada kesalahan kesalahan kebijakan pemerintahan di masalalu. Menurut Salant dan Henderson (1978); Krugman (1979) ; Flood dan Garber (1984), Asumsi yang digunakan dalam model tersebut adalah negara dengan small open economy menganut sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate).Model ini adalah First Dalam model ini dikemukakan bahwa pemerintah dalam menghadapi defisit neraca keuangan kemudian menggunakan cadangan devisa negara terbatas yang dimilikinya untuk melakukan penguatan terhadap mata uang lokalnya. Kebijakan ini akan menciptakan instabilitas perekonomian negara karena para spekulan akan melakukan pelepasan secara besar – besaran terhadap mata uang lokal saat cadangan devisa negara merosot tajam pada titik tertentu. Pada tahun 1974, Yunani memasuki babak baru pemerintahan, dari juntamiliter menjadi sosialis. Pemerintah baru ini kemudian mengambil banyak utang untuk membiayai subsidi, dana pensiun, gaji PNS, dll. Utang tersebut terus sajamenumpuk hingga pada tahun 1993, posisi utang Yunani sudah diatas GDP-nya, dansampai sekarang pun masih demikian. Saat ini utang Yunani diperkirakan telahmencapai 120% dari posisi GDP-nya, dimana banyak analis yang memperkirakan bahwadata yang sesungguhnya kemungkinan lebih besar dari itu. Hingga awal tahun 2000-an, tidak ada seorang pun yang memperhatikan fakta bahwa utang Yunani sudah terlalu besar. Malah dari tahun 2000 hingga 2007, Yunani mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 4.2% per tahun, yang merupakan angka tertinggi dizona Eropa, hasil dari membanjirnya modal asing ke negara tersebut. Keadaan berbalik ketika pasca krisis global 2008 dimana negara-negara lain mulai bangkit dari resesi, dua dari sektor ekonomi utama Yunani yaitu sektor pariwisata dan perkapalan, justru mencatat penurunan pendapatan hingga 15%. Orang-orang pun mulai sadar bahwa mungkin ada yang salah dengan perekonomian Yunani. Keadaan semakin memburuk ketika pada awal tahun 2010, diketahui bahwa Pemerintah Yunani telah membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi lainnya, untuk mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari jumlah utang pemerintah. Pemerintah Yunani juga diketahui telah mengutakatik data-data statistik ekonomi makro, sehingga kondisi perekonomian mereka tampak baik-baik saja, padahal tidak. Pada Mei 2010, Yunani sekali lagi ketahuan telah mengalami defisit hingga 13.6%. Salah satu penyebab utama dari defisit tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun. Ketika IMF memberikan pinjaman, IMF mengajukan beberapa syarat penghematan anggaran kepada Pemerintah Yunani. Diantaranya pemotongan tunjangan bagi PNS dan pensiunan, peningkatan pajak PPN hingga 23%, peningkatan cukai pada barang-barang mewah, bensin, rokok, dan minuman beralkohol, hingga perusahaan BUMN harus dikurangi dari 6,000 menjadi 2,000 perusahaan saja. Tentu saja kebijakan ini sangat sulit untuk diterapkan. Pada bulan yang sama, ketika Pemerintah Yunani mengumumkan kebijakan penghematan anggaran, rakyat Yunani langsung menggelar unjuk rasa besar-besaran di Athena untuk menolak kebijakan tersebut. Salah satu lembaga pemeringkat utang terkemuka, Moody’s, masih menetapkan rating utang Yunani pada salah satu level terendah, yaitu CCC. *Cara penanggulangan Krisi Yunani Yunani Capai Kesepakatan Dengan Kreditor Yunani bisa sedikit bernafas lega setelah capai kesepakatan dengan kreditor Eropa. Tapi pemerintahan di Athena harus menyepakati program reformasi dan penghematan lebih ketat untuk menyehatkan sistem keuangannya. Kesepakatan penting antara para kreditor Eropa dengan Yunani akhirnya tercapai Senin (13/7) pagi, setelah perundingan marathon antara PM Alexis Tsipras dengan kanselir Jerman, Angela Merkel, presiden Perancis, Francois Hollande dan presiden dewan Uni Eropa, Donald Tusk. Sebelumnya Yunani meggelar strategi perundingan tarik ulur yang alot selama beberapa bulan dengan donor Eropa. Tekanan lebih keras dari Eropa dan ancaman didepak dari zona Euro, memaksa Tsipras harus menelan semua persyaratan reformasi ketat yang diajukan donor Eropa. Dengan terobosan yang tercapai itu, Yunani kini bisa meeasa lega karena terhindar ancaman didepak dari zona mata uang Euro yang disebut dengan istilah Grexit. Untuk mengatasi krisis utang yang sudah menggunung, Yunani memerlukan dana talangan darurat tahap ketiga yang berjumlah sekitar 82 hingga 86 milyar Euro dalam kurun waktu tiga tahun ke depan. Yunani sudah berutang 240 milyar Euro kepada Troika Eropa dalam dua program kredit penyelamatan sebelumnya. Sebagai imbalan dari kesepakatan bailout tahap tiga itu, pemerintahan di Athena harus menyepakati program reformasi menyeluruh dan penghematan lebih ketat untuk menyehatkan sistem keuangannya. PM Yunani, AlexisTsipras harus melakukan reformasi dramatis di sektor pasar, sistem perbankan, dana pensiun serta swastanisasi. Semua peryaratan dari kreditor Eropa itu harus disepakati parlemen di Athena selambatnya Rabu (15/7) Tanpa bantuan darurat dari donor Eropa, sistem keuangan dan ekonomi Yunani dipastikan akan ambruk. Sejauh ini Yunani sudah berutang sekitar 320 milyar Euro kepada donor Eropa. Pekan silam Athena juga dinyatakan default karena tidak mampu membayar cicilan utang yang sudah jatuh tempo kepada Dana Moneter Internasional. Skeptisme merebak Walau telah tercapai kesepakatan, sejumlah kepala negara anggota zona Euro menyatakan skeptismenya terkait keseriusan pemerintahan PM Tsipras. Terutama kanselir Jerman, Angela Merkel sudah secara terbuka melontarkan ketidak percayaannya terhadap pemerintahan di Athena saat ini. "Jerman mengharapan persetujuan mayoritas dari parlemen di Athena, sebelum membahas paket reformasi Yunani itu di parlemen Jerman-Bundestag di Berlin", ujar Merkel. Ketua kelompok negara pengguna mata uang Euro, Jeroen Dijsselbloem juga melontarkan skeptisme senada setelah perundingan marathon di Brussel. "Kami mendiskusikan masalah kepercayaan dan kredibilitas trekait bantuan keuangan", ujar ketua grup Euro asal Belanda itu. "Tapi harus diakui perundingan amat alot dan sulit", tambah Dijsselbloem. Menanggapi terobosan "deal" dengan negara pemberi utang Eropa itu, PM Tsipras mengatakan kami siap bertanggung jawab pada keputusan reformasi dan penghematan anggaran lebih ketat. "Kami akan berupaya mencegah arus transfer aset Yunani ke luar negeri dan juga mencegah ambruknya sistem perbankan di Yunani". *Dampak Krisis utang Yunani akan berpengaruh ke perekonomian Indonesia melalui pelemahan nilai tukar rupiah akibat menguatnya mata uang dollar Amerika Serikat. Jika pelemahan rupiah terus berlanjut, beban sektor industri akan semakin berat karena sebagian besar input produksi berasal dari impor. Rakyat Yunani yang berpartisipasi dalam referendum akhirnya menolak proposal penghematan yang diajukan oleh kreditor internasional sebagai kompensasi untuk menalangi pembayaran utang dengan memberikan utang baru. Sebanyak 61,31 persen rakyat Yunani menyatakan penolakan melalui referendum itu. Pemerintah Yunani menggelar referendum setelah dinyatakan sebagai negara gagal bayar oleh Dana Moneter Internasional (IMF) setelah tidak mampu melunasi utang yang jatuh tempo per 30 Juni 2015 sebesar 1,6 miliar euro kepada sejumlah kreditor. Hasil referendum itu kemudian memperlemah mata uang euro yang dipakai sebagai mata uang tunggal oleh negara-negara anggota di kawasan Eropa. Pelemahan euro kemudian mendorong penguatan mata uang dollar AS. Ekonom Bank Danamon, Dian Ayu Yustina, Selasa (7/7/2015), menuturkan, dampak krisis utang Yunani ke Indonesia memang hanya akan lewat kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Dampak melalui perdagangan internasional sangat kecil karena ekspor dan impor Indonesia dengan Yunani kecil," kata Dian. IHSG pada perdagangan Selasa dibuka pada level 4.918,29, menguat dari penutupan perdagangan pada Senin di level 4.916,74. Namun, hingga perdagangan siang, IHSG cenderung melemah, bahkan sempat menyentuh level 4.891,05. IHSG pun ditutup melemah 10,69 poin (0,22 persen) pada 4.906,05. Adapun nilai tukar rupiah menguat menjadi Rp 13.313 per dollar AS menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia dari hari sebelumnya Rp 13.353 per dollar AS. Sementara di pasar spot naik ke posisi Rp 13.330 per dollar AS dibanding sebelumnya pada 13.347. Walaupun transmisi krisis utang Yunani hanya akan melalui kurs dan IHSG, Indonesia tetap harus mewaspadainya. "Kalau pelemahan nilai tukar berlanjut, beban sektor industri akan makin berat karena sebagian besar bahan baku berasal dari impor," kata Dian. Input industri nasional masih tergantung dari bahan baku impor karena industri penghasil bahan baku di dalam negeri belum berkembang. Pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan biaya bahan baku dalam denominasi rupiah meningkat karena dibeli menggunakan valuta asing. Namun, industri pengolahan akan kesulitan menaikkan harga produk jadi karena saat ini daya beli masyarakat sedang melemah karena pelambatan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, Indonesia juga tidak bisa memanfaatkan pelemahan nilai tukar rupiah untuk menggenjot ekspor. Indonesia masih bergantung pada ekspor komoditas dibandingkan dengan ekspor manufaktur. Padahal, permintaan komoditas di pasar global sedang turun karena pelambatan ekonomi dunia. Akibatnya, harga komoditas jatuh. "Dampak krisis Yunani ke IHSG hanya bersifat sementara karena hanya merupakan sentimen. Dampak yang lebih besar akan terjadi pada rupiah," kata Dian. Terkait dengan rupiah, BI berulang kali menyatakan bahwa mereka akan tetap berada di pasar uang untuk stabilisasi nilai tukar. BI akan mengintervensi pasar dengan memasok dollar AS. Saat ini, cadangan devisa tercatat 110,771 miliar dollar AS, masih sangat cukup untuk menjaga nilai tukar rupiah. Ekonom pasar global Bank Permata, Joshua Pardede, menuturkan, dampak krisis Yunani terhadap nilai tukar tidak akan lebih besar daripada normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral AS, The Fed. "Normalisasi kebijakan moneter The Fed dan pelemahan ekonomi Tiongkok sangat besar pengaruhnya pada perekonomian nasional. Kalau isu Yunani, dampaknya lebih kecil dan terbatas pada nilai tukar dan harga saham saja karena Yunani bukan mitra dagang dan investasi yang signifikan bagi Indonesia," kata Joshua. Isu mengenai keluarnya Yunani dari kawasan pengguna mata uang tunggal euro, menurut Joshua, juga hanya akan bersifat jangka pendek. Ini terutama hanya akan berpengaruh pada terus melemahnya nilai tukar euro terhadap dollar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KRISIS EKONOMI DI AMERIKA SERIKAT

1.1    Latar Belakang Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara adidaya merupakan salah satu Negara maju yang perekonomian negaranya ...